Sentra Perkakas Teknik
dan Pertukangan
JAKARTA, KOMPAS - Bagi sebagian warga Jakarta saat ini, Pasar
Blustru mungkin sama sekali tidak dikenal. Namun, bagi mereka yang lahir besar
atau telah menetap lama di Ibu Kota, Blustru identik dengan sentra perkakas
teknik yang eksis sejak tiga dekade silam hingga kini.
Sejak
tahun 1970-an sampai sekarang, sentra perkakas teknik dan pertukangan di
kawasan Jalan Blustru sampai Mangga Besar 1, Glodok, Jakarta Barat, masih
dikenal para pelanggannya sebagai yang termurah dan terlengkap dibandingkan
sentra-sentra serupa di Tanah Air. Kawasan ini terdiri dari kompleks pertokoan
Glodok Blustru, pertokoan Glodok Metro, HWI Lindeteves, pertokoan Sinar Laut
Abadi, dan pertokoan di sepanjang Jalan Mangga Besar 1.
Bermacam
mur-baut, sekrup, pengait, tali baja, rantai, pemotong keramik, gergaji
listrik, genset, kompresor, selang, dinding plat logam, bermacam pipa dari
bermacam bahan, kunci-kunci dan gunting dari yang berukuran sangat kecil sampai
yang memiliki panjang hingga setengah meter, mesin bor, mesin poles batu akik,
mesin las, bermacam bantalan karet, dan karpet pun ada.
Harga
bermacam produk tersebut umumnya lebih murah 50-70 persen dibandingkan harga di
luar kawasan ini. Bagaimana para pedagang di sana bisa membanderol harga jual
sangat murah?
"Sebab,
sebagian besar pedagang di sana juga importir. Mereka membeli barang langsung
dari pabrik di Tiongkok. Itu artinya mereka bisa memotong sampai dua mata
rantai tata niaga sehingga harga produk sampai tangan pembeli bisa
ditekan," ungkap Maximilian Chandra, Selasa (28/4).
Maxi,
begitu Maximilian biasa dipanggil, merupakan salah satu pedagang grosir mesin
bor dan perkakas pertukangan lainnya. Saat ini, ia juga menjadi Ketua
Organisasi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Jakarta Barat.
Menurut
dia, harga bermacam produk yang sangat miring itu tidak ditemui di
sentra-sen-tra perkakas bangunan dan teknik yang ada di sejumlah kota besar
lainnya di Indonesia. Alasannya, kata Max, "Mereka mengimpor bermacam
produk dari Tiongkok dan menjualnya grosiran di sini. Tetapi, kami menerima
harga pembelian lebih rendah karena jumlah yang kami beli jauh lebih
banyak."
Mengapa
pedagang Blustru berani membeli lebih banyak? Sebab, lanjut Maxi, pasar ini
lebih luas dengan daya serap lebih tinggi.
Jasa
Sentra
perkakas bangunan dan teknik di kawasan Jalan Blustru sampai Mangga Besar 1 ini
bukan cuma dikenal karena harga bermacam produk yang sangat murah, tetapi juga
dikenal sebagai sentra jasa pemotongan dan pengelasan bermacam logam, termasuk
jasa membuat bermacam instalasi.
Di
salah satu toko di Jalan Mangga Besar 1, milik Hari (32), misalnya, tersedia
stainless steel aneka ukuran. Tokonya bukan cuma menjual produk, tetapi juga
jasa pemotongan. Para pembeli umumnya berasal dari para pengelola bengkel bubut
dan bengkel kapal besar yang tersebar di Muara Angke, Jakarta Utara.
"Kami
menjual bahan baku per kilogram, harganya mulai Rp 13.000-Rp 35.000 ke atas,
tergantung jenis dan kualitasnya," ujar Hari, Jumat (1/5). Pembeli yang
ingin memotong dikenai biaya berdasarkan paket.
Heru
merupakan salah satu pelanggan toko yang membuat alat-alat untuk laboratorium
pertanian di Bogor, Jawa Barat. Dia sudah lama memilih membeli barang dan jasa
di kawasan ini. "Barang lebih lengkap di sini," katanya. Setiap ke
Blustru, Heru bisa menghabiskan uang sekitar Rp 10 juta.
Dekat stasiun
Pada
hari lain, Senin (4/5) siang, Rama (29) tampak menata belanjaannya berupa
perkakas bahan baku tangki di bak mobil pikap sewaan. "Di sini barangnya
lengkap dan murah. Baut saja bedanya bisa Rp 10.000 per bungkus dibandingkan di
tempat lain," kata Rama.
Ia
berbelanja ke kawasan Blustru hampir setiap hari. Ia berangkat dari kantornya
di Bekasi naik kereta komuter. Dari Stasiun Jakarta Kota, ia tinggal naik
angkot sekali, lalu berjalan kaki ke Blustru. Jika belanjaan sedikit, ia akan
pulang naik kereta komuter lagi. Namun, jika belanjaan banyak, ia harus menyewa
mobil pikap dengan biaya Rp 3,5 juta-Rp 4,5 juta.
Karim
(35), sopir bajaj, menuturkan, ia sering mengantarkan belanjaan sampai ke
Kelapa Gading, Jakarta Utara dan Kalideres, Jakarta Barat. Ongkos untuk
mengantarkan barang ke dua lokasi itu Rp 80.000 hingga Rp 100.000.
"Paling
tidak, sehari kami bisa bolak-balik dua kali mengantarkan barang belanjaan
pembeli dari Glodok," ujar Karim, yang sudah puluhan tahun mangkal di
Glodok itu.
Pembeli
lain, Maulana (45), tampak baru membeli sejumlah pisau keramik, mata bor, dan
beberapa kardus mur-baut. "Saya sering ikut membangun rumah. Sepekan
sekali saya ke sini. Sekali belanja saya menghabiskan sekitar Rp 10 juta,"
tutur Maulana.
Margono
(54), pembeli yang sehari-hari bekerja di bengkel pembuatan pintu gulung
(rolling door) di Kembangan Utara, Jakarta Barat, tampak sedang menenteng
beberapa mur dengan panjang hampir 2 meter, serta beberapa dus baut dan
beberapa perkakas lain. Seperti Maulana, sepekan sekali ia berbelanja dan
menghabiskan sekitar Rp 10 juta.
Zaman Ali Sadikin
Kawasan
Jalan Blustru sampai Mangga Besar 1 sebenarnya masih bagian dari kawasan
perdagangan Glodok. Menurut pemilik satu toko bermacam selang, Komala (70),
kawasan ini mulai dibangun tahun 1970-an di era pemerintahan Gubernur DKI Ali
Sadikin. "Sebelumnya, di kawasan ini cuma ada asrama polisi dan beberapa
toko kecil saja," ucap Komala.
Glodok
mulai berkembang pasca peristiwa pembantaian warga Tionghoa 9-11 Oktober 1740
di era Gubernur Jenderal VOC Adrian Valkenier (1737-1741). Setelah genosida
tersebut, Pemerintah Hindia Belanda di bawah Gubernur Jenderal Van Imhoff
(1743-1750) melarang orang-orang Tionghoa tinggal di dalam tembok kota (Batavia
1740. Menyisir Jejak Betawi, GPU, Jakarta 2010). Mereka kemudian pindah ke
Glodok dan lekas menjadi kawasan pecinan terbesar, seperti dikatakan sejarawan
Jakarta, Mona Lohanda.
Akhir
tahun 1980-an, omzet toko Komala dan suaminya, surut setelah banyak toko serupa
menjamur. "Selain itu, dulu masih banyak pabrik di Jakarta. Kebutuhan akan
selang masih sangat tinggi. Dulu, setiap hari kami bisa menjual selang sampai
sepanjang ratusan meter lebih setiap hari, tetapi sekarang cuma 30 meter per
hari," ujar Komala.
Berbeda
dengan Maxi. Bisnisnya dan kawan-kawannya berjaya tahun 2008-2009. "Tahun
2008 terjadi krisis ekonomi di Eropa dan Amerika. Harga mesin las dan bahan
baku besi impor turun. Kami yang menangguk untung," ungkapnya.
Bisnis
mereka melesu tahun 2014-2015. "Tahun 2014, kan, pemilihan presiden memanas.
Kami tak berani membeli banyak persediaan. Takut rusuh. Tahun 2015, nilai
dollar AS terhadap rupiah naik menyebabkan angka kredit macet para pengecer
membengkak. Kami para grosir terpukul lagi," tutur Maxi. (WINDORO ADI DAN
DIAN DEWI PURNAMASARI)
GLODOK
BLUSTRU
LOKASI:
Jalan Blustru, Mangga Besar, Taman Sari, Jakarta Barat, DKI Jakarta
JENIS
DAGANGAN:
Pusat perbelanjaan barang-barang elektronik dan alat-alat teknik
PUSAT
PERDAGANGAN SEKITAR GLODOK BLUSTRU:
Lindeteves Trade Centre
Kompleks Pertokoan Glodok Metro
Kompleks Pertokoan HWI (Hayam Wuruk Indah) Lindeteves
Kompleks Pertokoan Glodok Makmur
Plasa Orion
Harco Glodok
Kompleks Glodok Plasa
Kompleks Pertokoan Glodok Jaya
Plaza Pinangsia
Di Multi Baja kami memiliki customer baut mur dari seluruh Indonesia, mulai dari Jakarta, Cikarang, Surabaya, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Sumatera, Jawa, Palembang, Lampung, Makassar, dsb.